Sunday, November 16, 2014

API DRUPADI



On Thursday night, November 13, 2014, Fakultas Ilmu Budaya UGM held a literary event called Malam Anugerah Seni dan Sastra FIB UGM. I was so lucky to know that my poem was nominated this year. Here, I'd like to share the poem and attach a small article related to it.


Puisi – Retno Darsi Iswandari
API DRUPADI


ketika dendam berdentum dalam hati
panggilannya menembus jagad dewa
di tengah mantra dan api suci
aku lahir untuk membakarnya
namun siapa sanggup mengubah dendam jadi abu
ia mendekam dalam darah, mengalir sepanjang hayat

aku tumbuh di depan wajah ayah yang berpaling
ibuku adalah api suci
ia lindungi langkah-langkahku
dengan lingkar kobaran diri
ia ajari kedua tanganku menyalakan lentera-lentera
hingga para dewa melimpahkan lima lentera ke mayapada
kuberikan nyala mataku, kuberikan nyala jiwaku

tubuhku berjalan di antara doa dan kutukan
jika kau coba menyentuhnya tanpa restuku
kelak kau dapati dirimu terbakar
dan abumu terbang bersama debu-debu
tapi kenapa di depan segala lentera
kau coba lucuti kemerahan dari kobaran tubuhku
kenapa kau coba padamkan kesucian dari apiku

kini dendam lain telah tumbuh
di luar kuasaku jagad ini kian menyala
hujan dan sungai-sungai tak sanggup menyiramnya
hanya darah para pendosa dan ksatria
kini tiap lelaki yang terkenang merah tubuhku
akan saling berhadapan
aku menyala dalam dendam dan kesucian
tubuhku berjalan di antara doa dan kutukan


2014



Tribun Jogja, 16 November 2014

MOMENTUM For A Night with Malaysian Poets in Yogya



It was a full moon again (Friday August 8, 2014) at Tembi Rumah, Yogyakarta. Some Malaysian poets met with Indonesian poets to read their poems on the same stage. Some of them performed a beautiful musicalisation of their poetries which deserved to be appreciated. I participated in this event to read one of my newest poems entitled 'Momentum'. Here, I'd like to share the poem, and the pictures taken by Tegoeh Ranusastra.


Retno Darsi Iswandari in 'Momentum'


MOMENTUM
                       : Jogja—Istanbul

malam ini bulan pecah serupa kembang api hari raya
berpasang-pasang mata menyaksikan segala yang lekas sirna
aku memanggilmu dari negeri rindu dendam
riuh oleh pesta, sirna oleh lupa

tahun demi tahun menempa jiwaku
hingga tiada kehilangan yang muram itu
hujan bisa turun tiba-tiba untuk lekas meninggalkan kita
tiap kali aku menepi, tiap itu pula tepian berjalan
maka biarkan saja basah tubuh ini sesekali
lalu memanggilmu dalam segala kelekasan ini
datanglah, datang pada panggilanku
menyaksikan kembang api itu
mengukiri detik-detik ini
sebelum bulan berganti baru
dan kita tak lagi saling tahu

2014


For further report on this event: http://www.esastraindo.com/malam-itu-di-tembi/