RIWAYAT DOSA
ada yang berdayung ke pulau asing
menjauh dari ingatan
mendirikan kota dan sebuah rumah di bawah topi
malam-malam celaka
jari-jari mengetuk di pintunya
mata-mata tumbuh di dinding
tak pernah terpejam
gaduh
layaknya pasukan siap menerkam jantung dan lambung
kota yang gaduh dalam kesendirian
tak ada jeda buat berduka dalam paniknya
ia pun melarikan diri
daun-daun kering jatuh di atas kaki
tanah terasa menyala
kian menyala ke ujung rambutnya
keinginan-keinginan lama terbakar
keinginan-keinginan baru alangkah jauh
ia terus berlari tanpa dikejar
dan terus berlari dengan tubuh terbakar
tanpa api
saat itu,
di tepi pulau itu,
tak ada perahu yang dulu
ataupun yang baru
mimpi-mimpi buruk
hanya akan pergi dan kembali
seperti hantu yang enggan menusuk
tapi tertawa keras dan ujung kukunya selalu menunjuk
ke arah lingkar sebuah topi
2007
di kedai pinggir pantaimu
cangkir-cangkir menengadah
layaknya cawan perjamuan
udara jingga naik ke penciuman
bibir mudaku
mengiginkan kecupan dari pantaimu
musim hujan yang hangat
kudekap hikayat pilu di dadamu
kata demi kata berkelana
jika kupunya busur,
akan kupanah jadi doa dan pujian
bagimu, kampung raya
hari-hari hidup dari cerita masa lalu
memberi warna ungu gerimismu
anak-anak bermain di luar sana
aku teringat masa kecil yang sirna
jangkar-jangkar ditarik,
salam hari esok diulurkan
aku teringat dan menghitung usia
musim meneteskan hujan
kita yang asing saling bercermin
kutemukan wajahku di matamu
dan kisahmu melayari wajahku
kita pahatkan hikayat baru
pada kapal kepulanganku
musim hujan yang hangat
2007
KEPADA KATA-KATA
kata-kata yang keluar dari mulutku
ke mana saja pada udara
ingin kubuat rumah dan memanggil kalian
seperti memulangkan hembusan nafas
yang lama mengembara
saat aku berputar, menari,
dan berhenti pada hasrat malam yang megah
engkau yang bersayap
ulurkan tanganmu ke wajahku
tiup nyala mataku,
tiup nyala mataku ke angkasa
dan bentangkan lenganmu di lenganku
dekap gigilku
larikan ke bukit-bukit
kata-kata, seberangkan aku dengan sayapmu
naikkan pada tinggi mabuk firdaus
lalu terjunkan menyentuh neraka
sebab kau kendaraan setia ke mana pun
sekaligus semesta yang membingkaiku
2008
MERAH HIDUP DAN MERAH WAKTU
:Iwan Simatupang
merahnya merah
nyala hati dan darah
persetubuhan bintang dan telaga
daging basah dan cinta
ia menyeruak
menyiram buah para penyair
bulat tomat dan sipu-sipu apel
mawar yang dalam buat kekasih
merah kelahiran tubuh
bernyanyi lewat paras muda,
merona-rona seperti anggur mabuk
dan malam yang tinggi menjerembabkannya
jauh ke dalam pipi tua
merah waktu
mungkin kau terjerembab di lobang itu
mendekap cepat pergi istrimu
dan lambat filsafat hidup
merah pun membakari kayu
menyalakan tungku tua kesepianmu
yang tak lagi didengar siapa-siapa
tak ada ziarah kecuali kata
mereka membakar dirinya
seperti membakar waktu
merah mengintai sepanjang mata
menggelandang di bawah kakimu
garis-garis tanah
seperti pahatan umur yang kaku
mereka terseret dan pulang
menjadi abu di lautan
tapi merahnya merah menunggu di balik pintuku
dicari-carinya sumbu
antara mata dan jantungku
2008
ada yang berdayung ke pulau asing
menjauh dari ingatan
mendirikan kota dan sebuah rumah di bawah topi
malam-malam celaka
jari-jari mengetuk di pintunya
mata-mata tumbuh di dinding
tak pernah terpejam
gaduh
layaknya pasukan siap menerkam jantung dan lambung
kota yang gaduh dalam kesendirian
tak ada jeda buat berduka dalam paniknya
ia pun melarikan diri
daun-daun kering jatuh di atas kaki
tanah terasa menyala
kian menyala ke ujung rambutnya
keinginan-keinginan lama terbakar
keinginan-keinginan baru alangkah jauh
ia terus berlari tanpa dikejar
dan terus berlari dengan tubuh terbakar
tanpa api
saat itu,
di tepi pulau itu,
tak ada perahu yang dulu
ataupun yang baru
mimpi-mimpi buruk
hanya akan pergi dan kembali
seperti hantu yang enggan menusuk
tapi tertawa keras dan ujung kukunya selalu menunjuk
ke arah lingkar sebuah topi
2007
HIKAYAT MUSIM HUJAN
:Aceh
:Aceh
di kedai pinggir pantaimu
cangkir-cangkir menengadah
layaknya cawan perjamuan
udara jingga naik ke penciuman
bibir mudaku
mengiginkan kecupan dari pantaimu
musim hujan yang hangat
kudekap hikayat pilu di dadamu
kata demi kata berkelana
jika kupunya busur,
akan kupanah jadi doa dan pujian
bagimu, kampung raya
hari-hari hidup dari cerita masa lalu
memberi warna ungu gerimismu
anak-anak bermain di luar sana
aku teringat masa kecil yang sirna
jangkar-jangkar ditarik,
salam hari esok diulurkan
aku teringat dan menghitung usia
musim meneteskan hujan
kita yang asing saling bercermin
kutemukan wajahku di matamu
dan kisahmu melayari wajahku
kita pahatkan hikayat baru
pada kapal kepulanganku
musim hujan yang hangat
2007
KEPADA KATA-KATA
kata-kata yang keluar dari mulutku
ke mana saja pada udara
ingin kubuat rumah dan memanggil kalian
seperti memulangkan hembusan nafas
yang lama mengembara
saat aku berputar, menari,
dan berhenti pada hasrat malam yang megah
engkau yang bersayap
ulurkan tanganmu ke wajahku
tiup nyala mataku,
tiup nyala mataku ke angkasa
dan bentangkan lenganmu di lenganku
dekap gigilku
larikan ke bukit-bukit
kata-kata, seberangkan aku dengan sayapmu
naikkan pada tinggi mabuk firdaus
lalu terjunkan menyentuh neraka
sebab kau kendaraan setia ke mana pun
sekaligus semesta yang membingkaiku
2008
MERAH HIDUP DAN MERAH WAKTU
:Iwan Simatupang
merahnya merah
nyala hati dan darah
persetubuhan bintang dan telaga
daging basah dan cinta
ia menyeruak
menyiram buah para penyair
bulat tomat dan sipu-sipu apel
mawar yang dalam buat kekasih
merah kelahiran tubuh
bernyanyi lewat paras muda,
merona-rona seperti anggur mabuk
dan malam yang tinggi menjerembabkannya
jauh ke dalam pipi tua
merah waktu
mungkin kau terjerembab di lobang itu
mendekap cepat pergi istrimu
dan lambat filsafat hidup
merah pun membakari kayu
menyalakan tungku tua kesepianmu
yang tak lagi didengar siapa-siapa
tak ada ziarah kecuali kata
mereka membakar dirinya
seperti membakar waktu
merah mengintai sepanjang mata
menggelandang di bawah kakimu
garis-garis tanah
seperti pahatan umur yang kaku
mereka terseret dan pulang
menjadi abu di lautan
tapi merahnya merah menunggu di balik pintuku
dicari-carinya sumbu
antara mata dan jantungku
2008